Ketrampilan yang terkait dengan pemberian oksigenasi klien


Nasal Kanul
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Oksigen adalah gas dengan rumus O2, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan mudah terbakar, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam; unsur dengan nomor atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994. Merupakan bahan farmakologik, digunakan dalam proses pembakaran (oksidasi).
Oksigen pertama kali ditemukan oleh Yoseph Prietsley di Bristol Inggris tahun 1775 dan diberi nama oleh Lavoiser, dipakai dalam bidang kedokteran oleh Thomas Beddoes sejak awal tahun 1800. Alvan Barach tahun 1920 mengenalkan terapi oksigen pasien hipoksemia dan terapi oksigen jangka panjang pasien penyakit paru obstruktif kronik. Chemiack tahun 1967 melaporkan pemberian oksigen melalui kanula hidung dengan aliran lambat pasien hiperkapnia dan memberikan hasil yang baik tanpa retensi CO2.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematology / hemoglobin (transport oksigen). Bila terjadi gangguan pada salah satu sistem transports oksigen, bisa mengakibatkan gangguan oksigen jaringan.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi demikian mengharapkan kompetensi perawat dalam mengenal keadaan hipoksemia dengan segera untuk mengatasi masalah.
Oksigen dikatakan dan diperlakukan sebagai obat, serta bukan sebagai pengganti pengobatan lain dan harus digunakan hanya jika ada indikasi. Oksigen mahal dan memiliki efek samping yang berbahaya. Sebagaimana penggunaan obat, dosis atau konsentrasi oksigen harus dipantau secara kontinyu. Perawat harus memeriksa rutin program dokter untuk memverifikasi bahwa klien menerima oksigen dengan konsentrasi yang diprogramkan. Lima benar pemberian obat juga berlaku untuk pemberian oksigen
Pemberian terapi O2 dalam asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya O2 dari atmosfir hingga sampai ke tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Berdasarkan hal tersebut maka perawat harus memahami indikasi pemberian O2, metode pemberian O2 dan bahaya-bahaya pemberian O2.




Pada dasarnya anatomi sistem pernafasan terdiri dari rangkaian saluran yang menghantarkan udara dari luar yang kaya akan oksigen menuju membran kapiler alveoli yang kaya kapiler darah merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler. Bernafas adalah pergerakan udara keluar masuk saluran pernafasan disebut juga ventilasi. Fungsi dari sistem persarafan termasuk saraf pusat adalah mengatur berlangsungnya ritme ventilasi, dengan mengatur gerakan otot dada dan diafragma.
Susunan saluran udara pernafasan dimulai dari 1)hidung, 2)faring, 3)laring, 4)trachea, 5)bronchus dan 6)bronchiolus. Ketika udara masuk melalui hidung, udara tersebut akan disaring, dihangatkan, dan dilembabkan, yang merupakan fungsi dari mukosa saluran nafas bersilia dan bersel goblet yang memproduksi mucus. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut yang terdapat dalam rongga hidung, sedangkan partikel yang halus terjerat dalam lapisan mucus yang melapisi mukosa. Silia akan mendorong mucus menuju faring yang kemudian akan dibatukkan atau tertelan. Kelembaban dijaga oleh air yang berasal dari lapisan mucus, sedang pemanasan diberikan oleh jaringan pembuluh darah dibawahnya, sehingga udara yang masuk hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dengan kelembaban mendekati 100 % ketika mencapai faring.
Laring organ yang dibentuk tulang rawan dan otot, mengalirkan udara yang masuk dari faring menuju trakea. Selain mengalirkan udara laring mempunyai fungsi yang lebih penting sebagai organ fonasi atau organ suara dan sebagai organ pelindung. Pita suara berada di pangkal laring, dan membentuk ruang segitiga yang dinamakan glottis. Glottis merupakan antara saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Fungsi pelindung laring adalah sebagai berikut, pada waktu menelan makanan glottis menjaga agar makanan tidak masuk kedalam trachea, tetapi mengarahkan makanan masuk kedalam esophagus. Waktu menelan laring bergerak ke atas dari epiglottis akan menutup auditus laring sehingga glottis tertutup. Bila masih ada benda asing atau makanan masuk kedalam trachea, benda asing, makanan atau secret akan dibatukkan keluar saluran nafas bagian bawah.
Trachea merupakan saluran yang disokong oleh tulang rawan yang berbentuk lingkaran tidak sempurna seperti tapak kuda, sehingga permukaan posteriornya pipih. Pada pemakaian endotraheal, balon yang digelembungkan terlalu besar atau pada pemakaian yang lama, dapat menekan dinding posterior dan menimbulkan iritasi dan erosi sehingga dapat menimbulkan fistula trakheo esophageal. Erosi pada bagian anterior yang menembus tulang rawan dapat terjadi tetapi lebih jarang. Pipa dan balon dapat juga menyebabkan pembengkakan dan kerusakan pita suara. Karena itu penempatan pipa dan balon endotrakheal harus diperhitungkan baik posisinya dan tekanannya. Trachea bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri, tempat percabangan dinamakan karina, yang terdapat banyak saraf dan dapat menyebabkan batuk dan bronchospasme jika dirangsang. Struktur trachea dan bronchus digambarkan seperti sebuah pohon dan dinamakan tracheobronchial tree atau pohon tracheobronchial.
Bronchus merupakan kelanjutan dari trachea yang mengalirkan udara ke bronchiolus, disusun oleh cincin tulang rawan. Bronchus kanan membentuk sudut yang lebih landai terhadap trachea dibandingkan bronchus kiri. Bronchus kanan juga lebih besar dan pendek, sedangkan bronchus kiri lebih kecil dan panjang. Pada pemasangan pipa endotrakheal yang terlalu dalam cenderung akan masuk ke bronchus kanan, sehingga udara tidak masuk ke bronchus kiri dan menyebabkan atelektasis paru kiri. Bila melakukan pembersihan bronchus, kateter lebih cenderung masuk ke bronchus kanan, demikian juga benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut di bronchus kanan dari pada kiri. Akan tetapi percabangan bronchus kanan dan kiri pada neonatus lebih kurang membentuk sudut yang sama, sehingga intubasi yang terlalu dalam dapat dengan mudah menjadi endobronchial kanan dan kiri.
Selanjutnya bronchus akan bercabang menjadi bronchus lobaris kemudian menjadi bronchus segmentalis. Selanjutnya percabangan dilanjutkan menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil dengan diameter sekitar 1 mm.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar